Kamis, 01 Maret 2012

Sarjana oh sarjana






Wahyuni, S.ThI (InsyaAllah, amiinn..)
Berat nampaknya nama kalau sudah diiringi oleh beberapa huruf tersebut. Benar kata orang, tamat kuliah itu bukan perkara yang gampang dan sederhana. Tamat lalu diwisuda, bahagia? Iya tentu, hanya sesaat menurutku. Beberapa detik setelah perhelatan akbar itu akan datang beban baru yang menurutku tak tanggung-tanggung beratnya yang akan dipikul. Masyarakat luas sudah berada dalam genggaman tangan, tanggung jawab untuk mengabdi kepada nusa bangsa, dan dedukasi seorang sarjanawan/wati dipertanyakan saat itu.
Bukan kerja yang jadi masalah, tapi yang dituntut adalah cerminan seorang intelek didepan masyarakat luas, bisa atau tidak memberikan manfaat kepada orang lain, berguna atau tidak. Ataukah hanya sarjana kosong yang  nyaring bunyinya. Hanya bangga dengan gelar yang tertera dibelakang nama tapi nama itu sendiri tidak harum ditengah orang banyak, apa gunanya gelar bagus tapi orang lain tidak bangga dan tidak memperoleh manfaat darinya. Gelar tinggallah gelar. Tiada berarti.
Nampaknya hal ini perlu jadi perhatian secara mendalam bagi mahasiswa para calon sarjana, sekian lama menuntut ilmu dan pengetahuan di kancah perkampusan, sekian pengalaman yang didapatkan, apakah segala yang diperoleh itu hanya untuk memperkaya diri sendiri saja, apakah untuk mendapatkan penghormatan dari orang lain saja, atau hanya untuk dipuji. Kayaknya sangat picis dan dangkal pemikiran seorang mahasiswa khususnya bagi calon sarjana kalau kuliah hanya untuk cari gelar dan dapat kerja lalu kaya dan dipuji orang.
Mari kita berjalan ke arah pemikiran yang agak dalam lagi. Negara mewajibkan warganya minimal berpendidikan 9tahun sekolah. Artinya apa? Negara amat malu jika sekian banyak warganya tak ada yang memberikan sumbangsih untuk Negara. Dengan pendidikan minimal sekolah lanjutan tingkat pertama anak bangsa paling tidak sudah memiliki warga yang tidak buta huruf dan bisa mengukir prestasinya untuk kemajuan Negara.
Nah, sebaliknya Negara juga malu memiliki ribuan sarjanawan/wati kalau hanya untuk memadati tanah air saja, tanpa memberi dedikasi sedikitpun kepada Negara. Itulah beban yang dinilai tidak sederhana dan tidak segampang yang dipikirkan. Intinya beban sarjana itu adalah bagaimana ia mampu mengaplikasikan pengetahuan dan intelektualitas yang dimilikinya utuk orang lain, tidak hanya dengan bekerja diinstalasi tertentu saja tapi diutamakan pengabdian terhadap masyarakat nusa dan bangsa. Ilmu yang dimiliki tidak dia saja  yang menikmati tapi juga orang lain merasakan nikmatnya, disitulah letaknya keberkahan ilmu itu.
Carilah ilmu itu dimanapun berada, tuntutlah ia sampai kapanpun dan pasanglah niat setinggi-tingginya; lillahi ta’ala niscaya takkan sia2, semua dipenuhi oleh keberkahan Allah yang Maha Berilmu Maha Tahu. Semoga berkah semoga bermanfaat bagi diri sendiri dan orang banyak, untuk dunia juga di akhirat. Amin Ya Rabbal ‘alamin.


1 komentar:

  1. makasi bu dosen, aku dapat pencerahan pagi ini..bersinar ^^ tuing tuing

    BalasHapus