Wahyuni,
S.ThI (InsyaAllah, amiinn..)
Berat
nampaknya nama kalau sudah diiringi oleh beberapa huruf tersebut. Benar kata
orang, tamat kuliah itu bukan perkara yang gampang dan sederhana. Tamat lalu
diwisuda, bahagia? Iya tentu, hanya sesaat menurutku. Beberapa detik setelah
perhelatan akbar itu akan datang beban baru yang menurutku tak
tanggung-tanggung beratnya yang akan dipikul. Masyarakat luas sudah berada
dalam genggaman tangan, tanggung jawab untuk mengabdi kepada nusa bangsa, dan
dedukasi seorang sarjanawan/wati dipertanyakan saat itu.
Bukan
kerja yang jadi masalah, tapi yang dituntut adalah cerminan seorang intelek
didepan masyarakat luas, bisa atau tidak memberikan manfaat kepada orang lain,
berguna atau tidak. Ataukah hanya sarjana kosong yang nyaring bunyinya. Hanya bangga dengan gelar
yang tertera dibelakang nama tapi nama itu sendiri tidak harum ditengah orang
banyak, apa gunanya gelar bagus tapi orang lain tidak bangga dan tidak
memperoleh manfaat darinya. Gelar tinggallah gelar. Tiada berarti.
Nampaknya
hal ini perlu jadi perhatian secara mendalam bagi mahasiswa para calon sarjana,
sekian lama menuntut ilmu dan pengetahuan di kancah perkampusan, sekian
pengalaman yang didapatkan, apakah segala yang diperoleh itu hanya untuk
memperkaya diri sendiri saja, apakah untuk mendapatkan penghormatan dari orang
lain saja, atau hanya untuk dipuji. Kayaknya sangat picis dan dangkal pemikiran
seorang mahasiswa khususnya bagi calon sarjana kalau kuliah hanya untuk cari
gelar dan dapat kerja lalu kaya dan dipuji orang.
Mari
kita berjalan ke arah pemikiran yang agak dalam lagi. Negara mewajibkan
warganya minimal berpendidikan 9tahun sekolah. Artinya apa? Negara amat malu
jika sekian banyak warganya tak ada yang memberikan sumbangsih untuk Negara.
Dengan pendidikan minimal sekolah lanjutan tingkat pertama anak bangsa paling
tidak sudah memiliki warga yang tidak buta huruf dan bisa mengukir prestasinya
untuk kemajuan Negara.
Nah,
sebaliknya Negara juga malu memiliki ribuan sarjanawan/wati kalau hanya untuk
memadati tanah air saja, tanpa memberi dedikasi sedikitpun kepada Negara.
Itulah beban yang dinilai tidak sederhana dan tidak segampang yang dipikirkan.
Intinya beban sarjana itu adalah bagaimana ia mampu mengaplikasikan pengetahuan
dan intelektualitas yang dimilikinya utuk orang lain, tidak hanya dengan
bekerja diinstalasi tertentu saja tapi diutamakan pengabdian terhadap
masyarakat nusa dan bangsa. Ilmu yang dimiliki tidak dia saja yang menikmati tapi juga orang lain merasakan
nikmatnya, disitulah letaknya keberkahan ilmu itu.
Carilah ilmu itu dimanapun berada, tuntutlah ia sampai kapanpun dan
pasanglah niat setinggi-tingginya; lillahi ta’ala niscaya takkan sia2, semua
dipenuhi oleh keberkahan Allah yang Maha Berilmu Maha Tahu. Semoga berkah
semoga bermanfaat bagi diri sendiri dan orang banyak, untuk dunia juga di
akhirat. Amin Ya Rabbal ‘alamin.
makasi bu dosen, aku dapat pencerahan pagi ini..bersinar ^^ tuing tuing
BalasHapus