Cobalah teman, untuk membayangkan peristiwa
menyedihkan yang kualami. Peristiwa yang membuat batinku tidak tenang karena
bergelimangkan sesal yang mendalam. Tak bisa kuceritakan sama siapapun karena
siapapun tak akan mengerti apa yang kualami, paling tidak dengan menorehkan
tulisan disini sudah mengurangi esmosiku dan unek-unek dalam batin ini terkuras
meskipun takkan habis seratus persen. Ku hanya mencoba mencari obat, sebenarnya
kehendak hati ingin berteriak selepas2nya dan sekencang2nya dihadapan lautan
huuuuuuuaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrghhhhhhhhhhhhhhhhhhhh……………………………………………………………………………………………………….
pergilah kau setaaaaannnnnnn,, sudah ku bilang aku tidak menyesalll, kenapa kau
goda aku teruusssss!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Tepatnya barangkali ini memang ujian untuk menguji
sejauh mana keikhlasanku dalam berilmu dan menghafal al-Quran. Aku gagal dalam
ajang MTQ 35 tingkat kota padang. Kegagalan memang hal yang sangat biasa, aku
bisa terima. Sesal yang membuat ku tak memafkan diriku adalah soal pertanyaan
yang diajukan dewan juri sangaaaat gampang dan kurasa kalau tidak kaku lidahku
waktu itu tentu pada pengumuman final nomorku tersebut. Tapi apa boleh buat,
kesalahanku juga kenapa aku bodoh.
ما أصابك من حسنة فمن الله وما أصابك من سيئة فمن نفسك
Segala kebaikan yang kamuperoleh
merupakan dari Allah, dan keburukan yang menimpamu itu karena kesalahanmu
sendiri.
Sudah, urusan itu ku anggap kesalahanku masa lalu.
Lambat-lambat bisa kuatasi. Tiba-tiba aku dapat kabar MTQ Agam tidak ada
peserta yang berbobot, dan hafalan hanya 5juz saja. Alamaaaaaaaakkk,,,,,,,
muncul lagi setan menghembuskan bisikannya, kembali rasa sesalku muncul. Aku
adalah peserta yang gagal, tidak terdaftar karena tidak menyerahkan
persyaratan.
Wuahh,, apalah namanya ini, dari jauh hari sudah ada
tawaran, aku bilang aku sudah mewakili kecamatan blablabla. Dan ternyata tak
diacuhkan, nasib,,nasib,, digantuang ndak batali, sudah baiyoan baindak an.
Bukan itu yang buat rasa sesal kumat. Kesempatan untuk
jadi terbaik itu ada jika aku mengikutinya. Tinggal selangkah lagi aku dapatkan
cita-citaku yang pernah ku tempel didinding kamar, ingin dapatkan juara terbaik
tingkat apapun. Dan ternyata selangkah yang akan aku tuju terhambat dinding
beton yang tak bisa ku tembus, ini diluar kuasaku, inikah namanya Taqdir itu?
Ya, inilah taqdir itu. Inilah kesempatan emas itu, tapi bukan untukku kali ini.
Aku demam, batuk, pilek, kepala nyut-nyutan dan
sariawan bersemi. Sabaaaaarrrrrrr… huhuhuhuhuhu,,,,,, hiks,,hikss,,hikss.Antahlah apo
nan ka tibo, antah badan samo ka tabuang,,, hikz,,hikzzzz,,,,,
Mungkin kita pernah menemukan artikel dengan judul "Cinta tak
terbalas". Ya, jika udah bicara tentang "CINTA" , tidak akan
pernah ada kata akhirnya, karena CINTA adalah anugerah yang indah sekaligus
bikin gelisah. Yaa itulah cinta dengan segala kebaikan dan kesesatannya.
Cinta yang tak atau belum terbalas mungkin menyakitkan .. yang jelas bikin
penasaran? sekaligus berbunga angan-angan, selalu ada pertanyaan "Andaikan
dia mau sama aku..", "Apa dia tahu perasaanku ya?" Mau tidak
mau, kita dipaksa untuk mengakui dengan jujur?. , tiap hari pertanyaan serupa
itu selalu muncul berganti-ganti. Bila si dia menunjukkan respon ke arah
"sana", hati kita langsung "kling-kling" bersinar
cemerlang, serasa hanya kita yang diperhatikan .. "ooo, ternyata benar...
dia juga punya perasaan yang sama. Tuh kan, hanya aku yang dapat perhatian
seperti itu? Dia merespon apa yang aku lakukan dan bla bla bla." Tapi jika
suatu hari si dia yang bikin kita kebat-kebit cuek bebek dalam satu hari,
mungkin lupa kirim kabar walau hanya sekedar kirim sms, hati tanpa dikomando
bilang " tuh kan, aku mah Ge-er aja, ah ternyata dia nggak suka ma aku,
dia menganggap aku ini teman biasa." Hehe kacian ya? Lingkaran ini
akan selalu berputar tak berkesudahan bila kita tidak bertanya langsung kepada
si dia (mungkin karena takut ditolak kaleee! He2).
Ingin menulis tapi ku letih sekali sangat bana. Bukan tangan yang letih
bukan pula mata tapi kepala beserta isinya. Bukan tak tau apa yang mau ditulis
hanya saja kebosanan ini tak sanggup kuperdayakan untuk waktu sekarang ini
malahan aku yang terpedaya dalamnya. Yang akan kutulis tu buanyak sekali,
bertumpuk2 menggunung dan melangit sampai juga nu ke angkasa raya terbang
kemana-mana kaya ngebelah atmosfir berlapis-lapis, Menuju rasi bintang paling
manisss….haaahhhh,,, terpaksa deh ngayal dulu sampai ingat iklan.
Tema kali ini tetap seperti biasa yang kucoret dalam diary, kuingin mencaci
diri sendiri atas segala kebodohan dan kesia-siaan yang ku perbuat, penyesalan
mungkin lebih tepat, bukan unjuk rasa tak terima taqdir tapi hanya sebuah
bentuk protes kepada diri sendiri kenapa selalu saja tidak luput dari seabrek
kesalahan. Boleh dibilang bagiku ini proses dalam mengevaluasi diri. Menyaring
kesalahan2 yang tlah kulakukan dan membuangnya jauh2 dari kehidupan ini. Boleh
dibilang ku hanya ingin mulai dari diri sendiri dulu, hanya ingin mempengaruhi
lingkungan dan bukan terpengaruh, getoh..
Kita ( pake kataganti kita aja yah, aku
dan kamu plural) terlalu banyak menggunakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
sesuatu di luar diri kita. Juga terlalu banyak energi dan potensi kita untuk
memikirkan selain diri kita, baik itu merupakan kesalahan, keburukan,maupun
kelalaian. Namun, ternyata sikap kita yang kita anggap kebaikan itu tidak
efektif untuk memperbaiki yang kita anggap salah.
Banyak orang yang menginginkan orang
lain berubah, tapi ternyata yang diinginkannya itu tak kunjung terwujud. Kita
sering melihat orang yang menginginkan Indonesia berubah. Tapi, pada saat yang
bersamaan,ternyata keluarganya 'babak belur', di kantor sendiri tak disukai, di
lingkungan masyarakat tak bermanfaat. Itu namanya terlampau muluk.
Jangankan mengubah Indonesia, mengubah
anaknya saja tidak mampu. Banyak yang menginginkan situasi negara berubah, tapi
kenapa merubah sikap istri saja tidak sanggup. Jawabnya adalah: kita tidak
pernah punya waktu yang memadai untuk bersungguh-sungguh mengubah diri sendiri.
Tentu saja, jawaban ini tidak mutlak benar. Tapi jawaban ini perlu diingat
baik-baik.
Siapa pun yang bercita-cita besar,
rahasianya adalah perubahan diri sendiri. Ingin mengubah Indonesia, caranya
ubah saja diri sendiri. Betapapun kuatnya keinginan kita untuk mengubah orang
lain, tapi kalau tidak dimulai dari diri sendiri, semua itu menjadi hampa.
Setiap keinginan mengubah hanya akan menjadi bahan tertawaan kalau tidak
dimulai dari diri sendiri. Orang di sekitar kita akan menyaksikan kesesuaian
ucapan dengan tindakan kita.
Boleh jadi orang yang banyak memikirkan
diri sendiri itu dinilai egois. Pandangan itu ada benarnya sih jika kita
memikirkan diri sendiri lalu hasilnya juga hanya untuk diri sendiri.Tapi yang
dimaksud di sini adalah memikirkan diri sendiri, justru sebagai upaya sadar dan
sungguh-sungguh untuk memperbaiki yang lebih luas. Paham kira-kira ya..
Perumpamaan yang lebih jelas untuk
pandangan ini seperti kita membangun pondasi untuk membuat rumah. Apalah
artinya kita memikirkan dinding, memikirkan genteng, memikirkan tiang sehebat
apa pun, kalau pondasinya tidak pernah kita bangun. Jadi yang merupakan titik
kelemahan manusia adalah lemahnya kesungguhan untuk mengubah dirinya, yang
diawali dengan keberanian melihat kekurangan diri.
Pemimpin mana pun bakal jatuh terhina
manakala tidak punya keberanian mengubah dirinya. Orang sukses manapun bakal
rubuh kalau dia tidak punya keberanian untuk mengubah dirinya.Kata kuncinya
adalah keberanian.Berani mengejek itu gampang, berani menghujat itu gampang,
tapi, tidak sembarang orang yang berani melihat kekurangan diri sendiri. Ini
hanya milik orang-orang yang sukses sejati.
Orang yang berani membuka kekurangan
orang lain, itu biasa. Orang yang berani membincangkan orang lain, itu tidak
istimewa. Sebab itu bisa dilakukan orang yang tidak punya apa-apa sekali pun. Tapi, kalau ada orang yang berani melihat kekurangan diri
sendiri, bertanya tentang kekurangan itu
secara sistematis, lalu dia buat sistem
untuk melihat kekurangan dirinya, inilah calon orang besar.
Mengubah diri dengan sadar, itu juga
mengubah orang lain. Walaupun dia tidak
mengucap sepatah kata pun untuk
perubahan itu, perbuatannya sudah menjadi ucapan yang sangat berarti bagi orang lain.
Percayalah, kegigihan kita memperbaiki diri, akan membuat orang lain
melihat dan merasakannya.
Memang pengaruh dari kegigihan mengubah
diri sendiri tidak akan spontan
dirasakan. Tapi percayalah, itu
akan membekas dalam benak orang. Makin lama, bekas itu akan membuat
orang simpati dan terdorong untuk
juga melakukan perubahan ke arah yang
lebih baik. Ini akan terus berimbas, dan akhirnya seperti bola salju. Perubahan
bergulir semakin besar.
Jadi kalau ada orang yang bertanya
tentang sulitnya mengubah anak,cucu, ponakan, sulitnya
mengubah istri, jawabannya dalam diri orang itu sendiri. Jangan dulu
menyalahkan orang lain, ketika mereka tidak mau berubah. Kalau kita sebagai
ustadz, kyai, jangan banyak menyalahkan santrinya. Tanya dulu diri sendiri.
Kalau kita sebagai pemimpin, jangan banyak menyalahkan karyawan, lihat dulu
diri sendiri seperti apa.
Kalau kita sebagai pemimpin negara,
jangan banyak menyalahkan rakyatnya. Lebih baik para penyelenggara negara gigih
memperbaiki diri sehingga bisa menjadi teladan. Insya Allah, walaupun tanpa
banyak berkata, dia akan membuat perubahan cepat terasa, jika berani
memperbaiki diri.Itu lebih baik dibanding banyak berkata, tapi tanpa keberanian
menjadi suri teladan. Jangan terlalu banyak bicara. Lebih baik
bersungguh-sungguh memperbaiki diri sendiri. Jadikan perkataan makin halus,
sikap makin mulia, etos kerja makin sungguh-sungguh, ibadah kian tangguh. Ini
akan disaksikan orang.
Membicarakan dalil itu suatu kebaikan.
Tapi pembicaraan itu akan menjadi bumerang ketika perilaku kita tidak sesuai
dengan dalil yang dibicarakan. Jauh lebih utama orang yang tidak berbicara
dalil, tapi berbuat sesuai dalil. Walaupun tidak dikatakan, dirinya sudah
menjadi bukti dalil tersebut.
Mudah-mudahan, kita bisa menjadi orang yang sadar bahwa kesuksesan diawali dari
keberanian melihat kekurangan diri sendiri. Amien.
Catatan: Sebagian teks hasil plagiat. Jadi jangan cepat memberikan
pujian, maklum ku lagi dalam proses pembelajaran. (^,^) jadi malu,, xixixi,,,,
Niat bukanlah perkara sepele, nilai seluruh kegiatan kita ditentukan oleh
niat! Bahkan satu aktivitas yang sama, bisa beda jauh nilainya hanya gara-gara
niat.
Contoh, ada orang yang bekerja sekedar untuk dapat gaji (kebanyakan orang
begini), ada yang bekerja untuk aktualisasi diri, ada yang bekerja supaya tidak
dicap pengangguran, ada yang bekerja untuk mencari jodoh, ada yang bekerja
untuk mendapatkan teman, ada yang bekerja untuk ibadah (ahli bekam yang tidak
menentukan tarif misalnya), dan berjuta niat lainnya.
Sama juga dengan belajar, tidur, mandi, menonton TV,
mendengar radio, menulis cerpen, baca buku, berpakaian, berdandan, berbelanja,
belajar bahasa asing, bahkan shalat, puasa, sedekah, keseluruhan amalan kita
juga ditentukan oleh niat dalam hati. Coba perhatikan, apa sih niat kita ketika
memakai parfum hari ini?
Jika kita melakukan sesuatu hanya untuk hal yang bersifat keduniaan, nilai niat
kita itu rendah, karena dunia sifatnya sementara dan semu, tapi jika kita
mengerjakan sesuatu dengan niat ibadah, maka kita berhasil meninggikan nilai
perbuatan kita itu, karena tidak semata-mata mengharapkan dunia, tapi juga
berpikir mengenai kehidupan kelak di negeri akhirat.
Lagipula, bukankah Allah telah menyatakan bahwa manusia
hidup di muka bumi hanya untuk beribadah pada-Nya? Maksud ibadah di sini bukan
sekedar ibadah khusus yang bersifat ritual, kan tidak mungkin dong kita shalat
terus-menerus 24 jam sehari, atau puasa 30 hari sebulan, atau membaca Quran
non-stop hingga seminggu. No way! Lagipula memang bukan itu yang
diminta.
Maka, ibadah yang dimaksud bisa jadi telah dapat dipenuhi hanya dengan memasang
niat yang benar. Bukankah ketika kita telah berniat melakukan suatu kebaikan,
kita telah memperoleh satu pahala kebaikan tersebut, dan jika niat itu
benar-benar dikerjakan maka kita mendapat satu pahala lagi, jadi doublepahalanya!
Berat
nampaknya nama kalau sudah diiringi oleh beberapa huruf tersebut. Benar kata
orang, tamat kuliah itu bukan perkara yang gampang dan sederhana. Tamat lalu
diwisuda, bahagia? Iya tentu, hanya sesaat menurutku. Beberapa detik setelah
perhelatan akbar itu akan datang beban baru yang menurutku tak
tanggung-tanggung beratnya yang akan dipikul. Masyarakat luas sudah berada
dalam genggaman tangan, tanggung jawab untuk mengabdi kepada nusa bangsa, dan
dedukasi seorang sarjanawan/wati dipertanyakan saat itu.
Aha,,, Pagi
yang cerah ku buka mata dengan hati riang. Pukul sembilan teng ada janji yang
harus ditepati, so, jalani aktifitas pagi dengan semangat yang luarbiasa biar
janji terlaksana tepat pada waktunya dan hari-hari terakhirku pun akan usai
dengan penutup yang menggembirakan, yap, aku berharap begitu.
"Kak,
sarapan sudah beres, anak-anak sudah sarapan, yu go picnic lagi ya kak?",
dari seberang telefon terdengar jawaban, "Pergilah, hati-hati".
Yihaaa,,,,
Sebenarnya
berat juga meninggalkan ponakanku tiga bersaudara tinggal dirumah, si sulung
memang sudah berumur sepuluh tahun, tapi nakalnya masih seperti anak-anak 6
tahun seusia adiknya, yang bungsu juga ikut-ikutan bandel. Jika bukan karena
ada janji ku nggak bakalan tega ninggalin bocah2 dirumah, ortunya pade sibuk
kerja mulu sehingga susah nyari waktu ku untuk pergi main.
Misi
selundupanku berhasil, keluar rumah dengan diam-diam tanpa mereka tau kalau aku
pergi. Kalau saja mereka tau, maka gagallah janjiku.
Udah lewat
dari jam yang sudah direncanakan, telat nggak ya. Musti buru-buru nih ngejar
waktu.