Ingin menulis tapi ku letih sekali sangat bana. Bukan tangan yang letih
bukan pula mata tapi kepala beserta isinya. Bukan tak tau apa yang mau ditulis
hanya saja kebosanan ini tak sanggup kuperdayakan untuk waktu sekarang ini
malahan aku yang terpedaya dalamnya. Yang akan kutulis tu buanyak sekali,
bertumpuk2 menggunung dan melangit sampai juga nu ke angkasa raya terbang
kemana-mana kaya ngebelah atmosfir berlapis-lapis, Menuju rasi bintang paling
manisss….haaahhhh,,, terpaksa deh ngayal dulu sampai ingat iklan.
Tema kali ini tetap seperti biasa yang kucoret dalam diary, kuingin mencaci
diri sendiri atas segala kebodohan dan kesia-siaan yang ku perbuat, penyesalan
mungkin lebih tepat, bukan unjuk rasa tak terima taqdir tapi hanya sebuah
bentuk protes kepada diri sendiri kenapa selalu saja tidak luput dari seabrek
kesalahan. Boleh dibilang bagiku ini proses dalam mengevaluasi diri. Menyaring
kesalahan2 yang tlah kulakukan dan membuangnya jauh2 dari kehidupan ini. Boleh
dibilang ku hanya ingin mulai dari diri sendiri dulu, hanya ingin mempengaruhi
lingkungan dan bukan terpengaruh, getoh..
Kita ( pake kataganti kita aja yah, aku
dan kamu plural) terlalu banyak menggunakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
sesuatu di luar diri kita. Juga terlalu banyak energi dan potensi kita untuk
memikirkan selain diri kita, baik itu merupakan kesalahan, keburukan,maupun
kelalaian. Namun, ternyata sikap kita yang kita anggap kebaikan itu tidak
efektif untuk memperbaiki yang kita anggap salah.
Banyak orang yang menginginkan orang
lain berubah, tapi ternyata yang diinginkannya itu tak kunjung terwujud. Kita
sering melihat orang yang menginginkan Indonesia berubah. Tapi, pada saat yang
bersamaan,ternyata keluarganya 'babak belur', di kantor sendiri tak disukai, di
lingkungan masyarakat tak bermanfaat. Itu namanya terlampau muluk.
Jangankan mengubah Indonesia, mengubah
anaknya saja tidak mampu. Banyak yang menginginkan situasi negara berubah, tapi
kenapa merubah sikap istri saja tidak sanggup. Jawabnya adalah: kita tidak
pernah punya waktu yang memadai untuk bersungguh-sungguh mengubah diri sendiri.
Tentu saja, jawaban ini tidak mutlak benar. Tapi jawaban ini perlu diingat
baik-baik.
Siapa pun yang bercita-cita besar,
rahasianya adalah perubahan diri sendiri. Ingin mengubah Indonesia, caranya
ubah saja diri sendiri. Betapapun kuatnya keinginan kita untuk mengubah orang
lain, tapi kalau tidak dimulai dari diri sendiri, semua itu menjadi hampa.
Setiap keinginan mengubah hanya akan menjadi bahan tertawaan kalau tidak
dimulai dari diri sendiri. Orang di sekitar kita akan menyaksikan kesesuaian
ucapan dengan tindakan kita.
Boleh jadi orang yang banyak memikirkan
diri sendiri itu dinilai egois. Pandangan itu ada benarnya sih jika kita
memikirkan diri sendiri lalu hasilnya juga hanya untuk diri sendiri.Tapi yang
dimaksud di sini adalah memikirkan diri sendiri, justru sebagai upaya sadar dan
sungguh-sungguh untuk memperbaiki yang lebih luas. Paham kira-kira ya..
Perumpamaan yang lebih jelas untuk
pandangan ini seperti kita membangun pondasi untuk membuat rumah. Apalah
artinya kita memikirkan dinding, memikirkan genteng, memikirkan tiang sehebat
apa pun, kalau pondasinya tidak pernah kita bangun. Jadi yang merupakan titik
kelemahan manusia adalah lemahnya kesungguhan untuk mengubah dirinya, yang
diawali dengan keberanian melihat kekurangan diri.
Pemimpin mana pun bakal jatuh terhina
manakala tidak punya keberanian mengubah dirinya. Orang sukses manapun bakal
rubuh kalau dia tidak punya keberanian untuk mengubah dirinya.Kata kuncinya
adalah keberanian.Berani mengejek itu gampang, berani menghujat itu gampang,
tapi, tidak sembarang orang yang berani melihat kekurangan diri sendiri. Ini
hanya milik orang-orang yang sukses sejati.
Orang yang berani membuka kekurangan
orang lain, itu biasa. Orang yang berani membincangkan orang lain, itu tidak
istimewa. Sebab itu bisa dilakukan orang yang tidak punya apa-apa sekali pun. Tapi, kalau ada orang yang berani melihat kekurangan diri
sendiri, bertanya tentang kekurangan itu
secara sistematis, lalu dia buat sistem
untuk melihat kekurangan dirinya, inilah calon orang besar.
Mengubah diri dengan sadar, itu juga
mengubah orang lain. Walaupun dia tidak
mengucap sepatah kata pun untuk
perubahan itu, perbuatannya sudah menjadi ucapan yang sangat berarti bagi orang lain.
Percayalah, kegigihan kita memperbaiki diri, akan membuat orang lain
melihat dan merasakannya.
Memang pengaruh dari kegigihan mengubah
diri sendiri tidak akan spontan
dirasakan. Tapi percayalah, itu
akan membekas dalam benak orang. Makin lama, bekas itu akan membuat
orang simpati dan terdorong untuk
juga melakukan perubahan ke arah yang
lebih baik. Ini akan terus berimbas, dan akhirnya seperti bola salju. Perubahan
bergulir semakin besar.
Jadi kalau ada orang yang bertanya
tentang sulitnya mengubah anak,cucu, ponakan, sulitnya
mengubah istri, jawabannya dalam diri orang itu sendiri. Jangan dulu
menyalahkan orang lain, ketika mereka tidak mau berubah. Kalau kita sebagai
ustadz, kyai, jangan banyak menyalahkan santrinya. Tanya dulu diri sendiri.
Kalau kita sebagai pemimpin, jangan banyak menyalahkan karyawan, lihat dulu
diri sendiri seperti apa.
Kalau kita sebagai pemimpin negara,
jangan banyak menyalahkan rakyatnya. Lebih baik para penyelenggara negara gigih
memperbaiki diri sehingga bisa menjadi teladan. Insya Allah, walaupun tanpa
banyak berkata, dia akan membuat perubahan cepat terasa, jika berani
memperbaiki diri.Itu lebih baik dibanding banyak berkata, tapi tanpa keberanian
menjadi suri teladan. Jangan terlalu banyak bicara. Lebih baik
bersungguh-sungguh memperbaiki diri sendiri. Jadikan perkataan makin halus,
sikap makin mulia, etos kerja makin sungguh-sungguh, ibadah kian tangguh. Ini
akan disaksikan orang.
Membicarakan dalil itu suatu kebaikan.
Tapi pembicaraan itu akan menjadi bumerang ketika perilaku kita tidak sesuai
dengan dalil yang dibicarakan. Jauh lebih utama orang yang tidak berbicara
dalil, tapi berbuat sesuai dalil. Walaupun tidak dikatakan, dirinya sudah
menjadi bukti dalil tersebut.
Mudah-mudahan, kita bisa menjadi orang yang sadar bahwa kesuksesan diawali dari
keberanian melihat kekurangan diri sendiri. Amien.
Catatan: Sebagian teks hasil plagiat. Jadi jangan cepat memberikan
pujian, maklum ku lagi dalam proses pembelajaran. (^,^) jadi malu,, xixixi,,,,