Rabu, 09 Juli 2003

cerpenQ


JEJAK PENCARIANKU
Entah kemana lagi kaki ini dilangkahkan, segala daya upaya juga tenaga telah dikerahkan hingga sampai kuberkorban membanting tulang, namun tak jua kutemukan yang dicari itu. Sesuatu yang dapat mengubah warna hidupku, yang memberi pencerahan pada jalan yang kulangkahi, dan memberiku kebenaran dalam segala kesalahanku.
Pernah suatu hari kudatangi seseorang yang konon katanya bisa menerima berbagai curahan hati umat. Maka kusampaikan segala unek-unek menceritakan semuanya agar mendapatkan sesuatu itu. Lalu dia pun memberiku beberapa nasehat beserta petunjuk dan cara bagaimana kubisa mendapatkan yang dicari itu dengan sempurna dan berkesinambungan. Dan aku pun mengikuti dan melakukan apa yang dia berikan.
Maka suatu hari langkah pertama yang kutempuh untuk mendapatkan sesuatu itu dengan mengunjungi sebuah perkumpulan yang terdiri dari beberapa orang yang masing-masing tubuh mereka tertutupi oleh pakaian dari puncak kepala hingga dasar kaki kecuali hanya kulit wajah dan telapak tangan saja yang bisa kulihat. Tak seperti aku yang hanya memakai baju kaus yang menutupi tapi masih terlihat lekuk tubuhku, termasuk juga bawahan berupa rok yang kupakai berasal dari jenis levis. Aku juga memakai kerudung yang sekedar menutupi saja, sangat beda dengan penampilan mereka yang sempurna cara menutupnya. Semua mata menghadapiku seolah-olah menantangku dan berkata: “siapa pula anak ini???!”
Aku merasa tatapan itu seolah ingin mengusirku dari ruangan ini.
Selang waktu berlalu, mereka terbiasa dengan penampilanku. Meski ku terasing disini. Duduk pun juga tersudut paling belakang. Memang kondisi ini tidak nyaman sama sekali, selain menerima tatapan lirih, udara segar dari air condisioner pun menjauhiku. Ugghh…sungguh gerahnya hari ini! Jika bukan karena sesuatu itu aku takkan rela berada di tempat seperti ini, aku tak betah berada dalam tatapan kecurigaan para penatap. Tapi seiring berjalannya detak waktu, mereka pun terbiasa dengan kehadiranku. Dan sekarang pun keadaan pulih kembali, perhatian terfokus ke depan, dimana salah seorang dari mereka berdiri dan berbicara dan yang lain mendengar. Dan aku juga termasuk sebagai salah satu pendengarnya.
Ku duduk, terpana,, terpaku,, tertunduk,,,, dan….
NGANTUK!
buZZ!!
***
Begitulah perjalananku selalu. Mengunjungi perkumpulan yang membawa kehampaan arti. Tak ada yang bisa kubawa pulang. Kuakui mereka benar dan berada pada jalan yang tepat. Tapi mereka tidak memberiku sesuatu yang kucari, selain rasa kantuk, dan mimpi indah dalam tidur yang mereka nina bobo-kan, itulah yang sangat tidak kuharapkan.
Sekarang aku akan menjalani petunjuk yang kedua; berjalan melintasi waktu menuju suatu perkumpulan tapi berbeda dengan petunjuk pertama. Sekarang ku harus berhadapan dengan kumpulan benda mati yang dianggap keramat oleh para ahliwan; guru yang tidak dapat bicara. Yaitu ‘buku’.
Banyak yang kutemukan disini. Dari A sampai Z telah kubaca dan kutelaah. Dan kurasa inilah yang kucari. “Yes,,berhasill!!” kata hatiku.
Setelah mendapat penerangan dari guru yang bisa dibawa kemana-mana itu aku pun merasa puas. Akhirnya aku menemukan harapan jua untuk berubah. Darinya aku dapatkan pengetahuan tentang agama, apa yang wajib kulakukan sebagai muslimah, dan aku menjadi paham terhadap ayat-ayat al-Quran. Dari sana aku bisa berjumpa dengan para pakar tafsir seperti Quraish Shihab, Ibnu Katsir, Maraghi, dan yang lainnya. Secara tidak langsung aku bisa berdialog dengan mereka dari hati ke hati sehingga aku benar-benar paham akan tuntunan dari pedoman manusia ini, Al-Quran.
Selain itu aku juga tahu tentang pengetahuan alam, beserta apa yang ada di alam, semuanya tak terlepas dari pengaturan Sang Penciptanya. Betapa agung dan sempurna karya-karya-Nya itu.
Aku puas,,,akuuu puasss...
***
Selang waktu berganti, penyakit itu mulai merasuki jiwaku lagi. Suatu penyakit yang selalu datang disaat yang tak tepat, disaat aku hampir mendapatkan kejayaan dalam hidup. Penyakit ini sangat kubenci. Kata orang tiada yang paling menyakitkan kecuali merasakan rasa sakit, tapi penyakitku ini beda. Dia memang tidak menyakiti jasmaniku, tapi dia menjangkiti jiwa, pikiran dan hatiku.
Malas. Itulah biasanya aku sebut nama penyakit itu. Aku lupa pelajaran yang aku dapat dari buku-buku guru kesayanganku. Tak lagi kuamalkan pelajaran itu, aku lupa karena malas itu menutupi sehingga gelap pikiranku. Hitam hatiku, lemah jiwaku. Semua gara-gara MALAS yang biadab itu.
Aku tak bisa berpikir lagi, yang terdengar hanya godaan-godaan menuju kegelapan menjauhi cahaya benderang. Resah hati ingin lari tak kuat lagi, terus-terusan begini. Padahal hati telah berjanji tak kan lakukan lagi tapi rasa itu datang lagi. Ku melangkah dalam kegelapan, jalan hitam tanpa arah, kembali ke masa lalu.
***.
“Assalamu’alaikum…”
Aku benci suara itu, yang selalu mengganggu lamunan panjangku. Tiap kali ku terbuai dalam hayalan, suara itu selalu membuntuti sehingga hayalan itu jatuh hingga lenyap.
“Maaf, sudah waktunya makan siang, mari nak kita menuju ruang makan.”
Aku masih tertunduk dalam dudukku yang berpangku kaki.
“Hei kamu!!!” algojo gendut itu tak bosan-bosannya menghardik kasar padaku. “Cepat ambil jatahmu!!”. Aku diam dalam tatap dalamku padanya. “Melawan kamu??! Wanita jalang!!”
Hatiku panas dadaku sesak, sejurus kulayangkan kepalan tanganku ke kepalanya. Walau ku mendapat balasan yang keras tapi aku puas menonjoknya. Biar dia tau rasa.
“Umak kasihan pada mu Nak, masih muda, bertenaga, sehat, masa depanmu masih panjang. Ingat itu! Tidak seperti umak yang tua, sudah mulai keriputan, tenaga ini semakin loyo.”
Namanya umak Kasih. Dia divonis penjara seumur hidup. Menurut ceritanya dua puluh tahun yang lalu dia membunuh anak kandungnya sendiri, anak semata wayang yang sangat dia sayangi. Karena mendapat kasih sayang yang melampaui batas, anak yang tak berperikemanusiaan itu tidak bisa mengatur diri sendiri sehingga terjerumus dalam pergaulan bebas, judi dan mabuk.
“Dia bukan lagi anakku!” tegas katanya. “anak apa namanya kalau tidak anak biadab, yang berani memperkosa seorang ibu yang telah mengandungnya, menyusuinya dan membesarkannya sendiri dengan curahan kasih sayang yang melimpah.
Sebelum melakukan perbuatan hina itu, Ipang, panggilan namanya sejak kecil, sudah terhunus nyawanya ditangan Ibu kandung sendiri.
Aku terdiam.
“Jangan habiskan waktumu hanya untuk kesia-siaan. Hidup ini punya tujuan, nak.” Katanya suatu hari. “hidup itu untuk mati”, buzz! Apa maksudnya..?! memang matilah yang kuinginkan sekarang, pergi menyusul Ibu, hanya ibu yang kurindukan, pelukannya, ciuman hangatnya, dan belaian kasihnya. Aku ingin menyusulnya. Hidupku tidak berguna lagi dan tak ada yang mau peduli.
“Mati dengan maksud meninggalkan dunia menuju kehidupan selanjutnya, kehidupan akhirat.“ tambah umak. Apa kau ingin menyusul anakku ke neraka?! Kau sudah rasakan akibatnya toh, karna harta kau lengah, ditipu oleh nafsu setan, diseret ke tempat busuk ini, dihardik, dipukulin, kau pikir ini enak?!”. “Ini baru di dunia, bagaimana nanti nasibmu di akhirat?!!”tambahnya dengan terbatuk-batuk.
Perkataan Umak Kasih, mengena dihatiku. Inilah sebenarnya yang kucari, pencerahan untuk jiwaku.
Kuakui kemalasan adalah sebuah kekhilafanku, aku malas mengerjakan apa yang seharusnya kukerjakan tapi malahan apa yang terlarang yang kuperbuat. Maafkanlah anakmu ini, bu,,, aku tidak mendengarkan wasiatmu. Demi uang bu, kuhalalkan segala cara.
Aku satu sel dengan Umak Kasih. Setiap hari Umak banyak bercerita tentang kesalahannya dalam menjalani hidup sehingga menjadi pelajaran bagiku. Dia adalah seorang Ibu yang penuh perhatian. Beribu-ribu nasehat mengalir dari lidahnya merasuki hatiku. Pencerahan inilah selama ini kucari, setelah sekian lama melangkahi jejak-jejak akhirnya kutemukan di tempat yang seperti ini.
Aku sadar, manusia hidup hanyalah untuk mencari kebahagiaan. Jika kebahagiaan dunia telah didapatkan maka kebahagiaan akhirat pun harus segera dicapai. Dua kebahagiaan ini harus sejalan. Begitu kata Umak.
Aku diajari membaca al-Quran dan mempelajari maknanya. Selama lima tahun dipenjara, aku bisa menghafal sepuluh juz ayat al-quran, dan sekarang sedang menjajaki juz sebelas surat at-taubah. Alhamdulillah…
Ayat demi ayat aku baca dan pahami maknanya yang begitu dalam. Betapa terasa ketenangan batin yang begitu damai. Adalah satu ayat yang selalu kuingat juga sebagai pemberi semangat bagiku untuk bersungguh-sungguh berjuang dalam hidup dan sebagai antivirus dari virus malas yang selama ini kutakuti, yaitu surat al-Ankabut ayat ke enam puluh sembilan yang memiliki arti: “Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh Allah beserta orang-orang yang berbuat baik”.
Selepasku dari tahanan jeruji besi busuk itu, kubuka lembaran baru kembali dalam kisah perjalanan hidupku. Sekarang aku telah berteman dengan kumpulan orang-orang shalih tanpa ada lirikan aneh lagi, sekarang kedudukan kami sama dimata Allah, InsyaAllah. Sama-sama ingin mencari ilmu dan menebar amal. Guru sejatiku juga setia menemani perjuangan suci ini. Dialah buku, pintu dunia.
Padang, 17 juni 2009
Penulis
Youni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar