“Gue susssaaaah
banget maafin kesalahan dia!”
“Sampai mati pun, kagak bakalan gue ampunin, gue udah
didzolimin!!!”
Sob, banyak yang tidak “ngeh” bahwa dendam sebenarnya
tidak membawa apapun selain kehancuran. Bukan kehancuran buat orang yang kita
timpakan rasa dendam euy! Melainkan kehancuran buat diri kita sendiri. AliRadiyallahu’anhu dengan
tepatnya mengumpamakan, “Memelihara dendam itu seperti diri kita meminum racun,
tapi berharap orang lain yang mati.” Aha! Sudah jelas kan bahwa miara dendam
sama parah dengan miara tuyul? Hii...
Terus, bagaimana doong cara untuk melampiaskan emosi yang
terpendam karena sering dizolimi? Kan susah banget memaafkan kesalahan orang
yang udah terlanjur kita benci sampai ubun-ubun!
Nah, makanya... ikuti pembahasan Bianglala Nida edisi ini
sampai tuntas... tas... tas...
Tingkatan Orang yang Dizolimi
Sob, jangan salah... orang yang dizolimi punya level yang
berbeda-beda looh!
Level terendah adalah mereka yang dizolimi, kemudian
orang-orang ini sulit memaafkan dan malah memendam dendam. Hayyo... jangan
sampe deh kita berada di level ini, rugi dunia-akhirat!
Level lumayan adalah mereka yang dizolimi, kemudian
membalas kezoliman itu dengan setimpal sehingga tidak lagi memendam dendam.
Lumayan daripada lumanyun, tapi tingkatan ini masih standar banget Sob!
Level tinggi adalah mereka yang dizolimi, kemudian
memaafkan dengan lapang dada.
Level dahsyat adalah mereka yang dizolimi, kemudian malah
membalas orang yang mendzolimi dengan kebaikan.
Yuk kita bahas level demi levelnya! Supaya kita bisa
sampai ke tingkat memaafkan dengan lapang dada dan bahkan membalas kedzoliman
dengan kebaikan.
Pertama-tama: Benarkah Dizolimi, atau Kita yang Menzolimi
Diri Sendiri?
Islam tidak pernah mengajarkan kita untuk “nrimo”
keburukan yang dilakukan orang lain pada kita loh Sob, tampar pipi kanan, kasih
pipi kiri. Justru Allah Swt. membolehkan kita untuk membalas kejahatan dengan
setimpal.
Coba simak Quran surat An-Nahl ayat 126: “Dan
jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan
siksaan yang ditimpakan kepadamu...”
Misalnya kita dipukul, yaa balaslah memukul dengan
kekuatan seimbang. Kecuali kalau kita memang ikhlas dipukul, gak ada dendam
apalagi sakit hati. Artinya, ketika kita dipukul kemudian kita malah diam saja,
tapi sebenarnya hati kita merasa benci dan dendam, sejatinya, yang menzolimi
diri kita bukanlah orang yang memukul, tetapi diri kita sendiri yang membiarkan
orang lain memukul kita dengan leluasa. Bukankah kita adalah pemimpin untuk
diri sendiri? Seharusnya kita bertanggungjawab terhadap apapun yang terjadi
pada diri kita, jangan bisanya cuma menyalahkan orang lain dan merasa dendam,
padahal kita memang tidak melakukan apa-apa untuk membela hak kita sendiri.
Kalaupun kita tidak memiliki kemampuan melawan dengan
fisik, kita bisa menggunakan kecerdasan kita, misalnya meminta bantuan pihak
lain untuk membantu kita mengatasi kezoliman tersebut, atau jauhkan diri dari
sumber kezoliman tersebut. Hargai diri kita sendiri! Jangan sampai rela
dizolimi orang... Jika kita tidak melakukan langkah apapun untuk melawan
kezoliman terhadap diri kita, berarti memang kitalah pelaku kezoliman untuk
diri sendiri:
“Allah tidak mengubah nasib suatu kaum, sampai mereka
mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S. Ar-Ra’d 11)
Artinya, Allah meminta kita untuk berinisiatif mengubah
nasib sendiri, dengan demikian kita tidak ada hak untuk menyalah-nyalahkan
orang lain, dendam kesumat, bahkan bersumpah tidak akan memaafkan orang
tersebut. Jadi, penting untuk menyadari di awal... apakah kita benar dizolimi,
atau justru kita yang menzolimi diri sendiri? Duh, jangan sampai deh kita
“sakit” gara-gara kejahatan orang lain. Belajar bela diri sendiri yuk!
“Tidak semestinya seorang muslim menghina dirinya. Para
sahabat bertanya, "Bagaimana menghina dirinya itu, ya Rasulullah?"
Nabi Saw menjawab, "Melibatkan diri dalam ujian dan cobaan yang dia tak
tahan menderitanya." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Kedua: Digigit Anjing, Tidak Perlu Balas Dengan Gigitan!
Kalau kita dizolimi, sah-sah saja membalas dengan
setimpal. Masalahnya... kalau yang menzolimi kita memang bukan manusia,
bukankah menghabiskan waktu saja kalau cari perkara dengannya? Ibaratnya,
digigit anjing malah balik ngegigit anjing itu, yang bodoh kita atau anjingnya?
Bingung kan?
Sobat Nida, banyak sekali manusia yang “bukan manusia” di
dunia ini, punya otak tapi tidak dipakai berpikir, punya hati tapi mati,
sehingga semua ucapannya menyakitkan, setiap tindak-tanduknya menyinggung orang
lain. Untuk tipe yang satu ini, perlu kebesaran hati kita untuk tidak
memasukkan ke dalam hati hal-hal yang ia lakukan, kalau tidak? Beuh, bisa-bisa
habis waktu dan energi untuk mengurusi hal-hal menyebalkan dari perbuatannya.
So, nggak perlu deh merasa dendam, benci, kesel setengah
mati, plus geregetan dengan orang seperti ini! Cukup kasih peringatan
seperlunya, atau diamkan saja dan jangan sekali-kali kita izinkan perkataan dan
perbuatannya merasuki hati kita sampai bikin kita depresi, rugiiiii. Kita bisa
menganggap orang-orang ini adalah “utusan syetan” untuk menjerumuskan kita ke
neraka. Biarkan aja mereka bertingkah, jangan sampai terpancing!
Anjuran dari al-Quran surat Al-Maaidah ayat 13 untuk
“membalas” orang-orang yang hatinya sudah kadung jadi batu:
“Maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
Peribahasanya begini: Anjing melolong, kafilah berlalu.
Biarin aja anjingnya capek sendiri, kita mah cuek aja. Oke?
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf,
serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (Al Qur’an surah
7:199)
Ketiga: Maafkanlah, Karena Dendam Hanya Melahirkan Dendam
Ketika kita merasa kesal setengah mati dan berencana
tidak memaafkan orang lain, sebenarnya itu bisa menyempitkan hati kita sendiri.
Kita menyimpan dendam sebesar gunung ke dalam hati, akibatnya... hati kita
penuh dengan kebencian, dada kita terasa sesak. Yang rugi yaa diri kita sendiri
Sob.
Apakah kita mengira jika perasaan dendam itu dibalaskan
maka kita akan menjadi lega? Oh, ternyata tidak! Dendam yang dibalaskan malah
akan memunculkan dendam yang lain looh, jadinya saling dendam sampai tujuh
turunan, kan gak oke banget tuh. Makanya Allah memberi solusi agar kita
bebas dari dada yang sempit dan hidup yang penuh dendam kesumat:
“Hendaklah memberi maaf dan melapangkan dada,
tidakkah kamu ingin diampuni oleh Allah?” (Q.S. An-Nuur: 22)
Pasti kita berharap kesalahan-kesalahan kita dimaafkan
oleh Allah, bagaimana kalau kita duluan yang memaafkan kesalahan orang lain,
sehingga Allah ridho pada kita dan mau memaafkan kesalahan kita?
Jangan Lupakan Hukum Alam!
Yang tidak boleh kita lupa adalah adanya hukum alam,
“Siapa yang menabur, dia akan menuai.” Bahasa Fisikanya, hukum kekekalan
energi. Bahwa energi baik dan energi buruk yang kita keluarkan akan kembali
pada diri kita dengan nilai yang sama. Jadi siapapun yang berlaku dzolim,
kedzolimannya itu akan berbalik mengenai diri mereka sendiri.
Artinya, kalau kita mau lebih cerdas daripada sekedar
membalas kezoliman orang lain, yaa caranya dengan Memaafkan! Ngapain kita
nyempit-nyempitin hati dengan memperhitungkan kedzoliman orang, toh kejahatan
mereka akan berbalik pada diri mereka sendiri.
Memaafkan itu sama dengan membuang beban-beban yang
bergelayutan di hati kita, dengan memaafkan, berarti kita menyerahkan
“pembalasan” pada Allah. Dan asal tahu aja... pembalasan dari Allah untuk
orang-orang dzolim pasti lebih “nendang” daripada kita balas sendiri. Makanya
Allah meminta kita menahan diri:
“... Akan tetapi jika kamu sekalian mau bersabar
atas kedzoliman yang telah mereka timpakan kepada kamu serta dengan itu semua
kamu mengharap pahala dari Allah sebagai ganti dari kedzoliman itu lalu kamu
pasrahkan dan serahkan semuanya kepada Allah maka itu
akan lebih baikbagi kamu sekalian.” (An-Nahl 126)
Memaafkan itu Menyehatkan
Ternyata memaafkan itu menyehatkan! Dalam buku Forgive
for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan
sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan.
Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik
dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi
kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres.
Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness"
[Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah
Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa
kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif
dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani
mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah
beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan
memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk
memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu,
orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam
kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan
orang lain.
Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan
adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan,
di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari
akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan
membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun
batin. Hmm...
Terdahsyat: Tidak Sekedar Memaafkan, tapi Membalas dengan
Kebaikan
Ini yang lebih dahsyat, Rasulullah Saw. telah mampu
memberi teladan buat kita, tidak sekedar memaafkan kezoliman orang, tapi juga
membalas kezoliman tersebut dengan kebaikan. Yaa ampun, nyebutinnya aja udah
pengen keluar air mata, hebat banget sih idola kita...
Bayangkan... meskipun dilempar batu dan diusir oleh
penduduk Thaif, Rasulullah Saw. malah berdoa semoga Allah memberikan keturunan
orang-orang yang beriman dari penduduk Thaif. Apakah kita sanggup menirunya?
Kalau kita ingin menang berkali-kali, apa yang dilakukan
Rasulullah Saw. ini harus kita coba dan kita biasakan Sob! Membalas kezoliman
atau penghinaan dengan kebaikan. Ada juga kisah menarik dari buku “13 Wasiat
Terlarang” karya Ippho Santosa mengenai hal ini:
Suatu ketika, Jerman Timur membuang timbunan sampah di
perbatasan Jerman Barat. Orang-orang di Jerman Barat sangat marah dan ingin
membalas penghinaan tersebut. Namun, ada seorang bijak yang memberi usul lebih
cemerlang.
Akhirnya, Jerman Barat justru menaruh beraneka hasil
bumi, sayur-mayur, buah-buahan di perbatasan Jerman Timur, mereka sekaligus
memancangkan sebuah papan bertuliskan “Masing-masing memberi sesuai dengan
kemampuannya.”
Hehehe. Bukankah itu pembalasan yang manis? Sebenarnya
Jerman Barat sedang menghina “Jerman Timur mah kemampuannya cuma sampah”, tapi
pembalasan ini dibungkus dengan amat cantik. Malah keren kan?
Begitulah, kita mustinya belajar untuk membalas
kedzoliman dengan kebaikan, karena hasilnya pasti berakhir happy ending.
Sekarang mari kita berpikir jernih, benarkah di hidup
yang singkat ini kita rela menghabiskan usia hanya untuk memendam kesal dan
kebencian yang mendarah daging? Benarkah kita rela membakar diri sendiri dalam
api kemarahan sekaligus api neraka hanya karena seorang yang mendzolimi kita?
Sekarang, pikirkanlah orang-orang yang mendzolimi kita,
yang pernah menghina kita, yang meremehkan kita, bahkan yang menghancurkan masa
depan kita! Bayangkan wajah mereka, dan katakanlah “Saya telah memaafkanmu,
semoga Allah mengampuni saya!” katakanlah berulang-ulang! Sebanyak-banyaknya!
Minimal sepuluh kali, kalau perlu sampai air mata kita luruh!
Karena kita berharap Allah menempatkan kita di tempat
terbaik, dunia-akhirat, maka lepaskanlah rasa marah, dendam, benci itu, biarkan
dada kita lega dan lapang tanpa beban! Jangan lagi memberatkan hati kita dengan
memikirkan cara-cara membalas dendam.
Percayalah Sob, kemaafan kita adalah untuk kebaikan diri
kita sendiri, bukan untuk kebaikan mereka. Jika benar mereka melakukan
kedzoliman, pasti Allah membalasnya dengan adil! Jadi, demi kelegaan dan
kedamaian dalam hati, maafkanlah kedzoliman orang lain, dan rasakanlah sensasi
luar biasa yang tidak akan kita dapatkan sekalipun kita telah melampiaskan
amarah dan dendam di dada!
“Maka disebabkan rahmat Allah atasmu, kamu
berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan
mereka dan mohonkanlah ampun bagi mereka…”(QS:3:159)
Sob, sungguh... memaafkan itu melegakan, mari
kita menjadi pribadi yang terbiasa memaafkan, sehingga Allah pun mudah
memaafkan kesalahan kita. repost
Tidak ada komentar:
Posting Komentar